Sepotong Kenangan Macchiato


Kenangan. Terbuat dari apakah kenangan itu? Apakah kenangan itu seperti secangkir kopi yang selalu dirindukan kedatangannya? Atau seperti lengkingan saxophone Kenny G yang menyayat di malam-malam yang basah? Hidup kita memang penuh kenangan. Sebuah kisah sambung-menyambung dengan kisah lain. Kadang terangkai dengan sempurna keindahannya hingga kita selalu menginginkan kenangan itu datang lagi. Kadang pula tercabik di sana-sini, dan meninggalkan perih yang mengiris. Aku ingin menjadi bagian dari kenangan itu, sepotong scene dalam kehidupanmu tanpa harus tahu akan kau letakkan di mana intro, reffrain, atau ending? Atau mungkin menjadi bagian interlude yang bisa timbul-tenggelam?

Mungkin pagi ini waktunya menikmati workkaccino, pilihan yang tepat sebagai mood booster selain kopi dan menu breakfast. Ah sang announcer membuat kenangan itu kembali menguak di pagi ini. Tak salah pagi ini aku memilih membuka jogjastreamers.com sebelum mengerjakan tumpukan berkas-berkas kantor yang menanti untuk dijamah. Mengiringi kerinduan akan sebuah kenangan itu, terhantarlah sebuah lagu dari 101.7 fm. Lagu berjudul You’ll be safe here yang dinyanyikan oleh Rivermaya membuat kenangan itu kembali terlintas di kepalaku pagi ini. Lagu itu mengingatkanku akan Naya saat dia melamarku sebelum akhirnya meninggalkanku karena Naya menikah dengan perempuan lain.

Kita memang sering merindukan kenangan, bersama rintik hujan sore hari, di saat malam sangat senyap, atau ketika berada di sebuah sudut tanpa batas. Kenangan sering datang perlahan, mendadak di depan mata, lalu lenyap begitu saja. Atau mungkin beringsut, ngendon sekian lama, membentuk sebuah gambar di bingkai kaca, dan melambai-lambai bak fatamorgana. Kenangan memang maya, tapi kita sering ditarik dalam alam nyata.

Seperti pagi ini, aku mengenangmu. Bersama alunan You’ll be safe here yang dinyanyikan oleh Rivermaya. Bersama semua cerita dan bayangan yang pernah ada, membentuk sepetak fatamorgana di depan mata, ditemani cangkir mungil kopi macchiato. Bersama Blueberry cheese cake yang manisnya seperti masih tertinggal di ujung lidah. Bersama pendar-pendar bola matamu yang selalu kurindukan. Aku hanya bisa mengingat dan mengenangnya, karena pertemuan sudah menjadi sesuatu yang asing. Pertemuan kami adalah seperti takdir. Aku hanya berani bilang "seperti" karena takdir itu sebenarnya bukan milik kami. Sebuah takdir yang mampu membuat sebentuk pertemuan indah seperti pertemuan mentari dan batas cakarawala yang selalu menawarkan keindahan berbeda, saat pagi dan senja, dari hari ke hari.

Aku dan Naya punya tempat favorit. Sebuah kedai kopi berlantai dua di kota ini. Biasanya kami memilih tempat duduk di lantai dua. ‘Sofa hitam yang empuk menjadi tempat duduk favorit kami. Di lantai dua kedai kopi ini, aku menunggu Naya, menunggu kenangan, dengan cemas dan penuh harap. Sebuah pesan singkat masuk lagi: "Aku agak telat, ada rapat kecil evaluasi. Tunggu dulu…." Menunggu sebenarnya membosankan, tetapi menunggu kenangan adalah sebuah keasyikan. Aku segera me-replay: "Tak apa, selesaikan dulu pekerjaanmu."

Di ujung jalan terlihat senja mulai turun. Merah keemasan menyiratkan berbagai kisah hari ini. Waktu terus beringsut hingga berada di antara bibir senja dan malam. Cahaya mentari mulai meredup digantikan sinar-sinar elektronik. Udara sedikit sejuk. Aku mulai resah. Sudah hampir satu jam aku menunggu tetapi tubuh jangkung dengan balutan jeans belel tak jua muncul. Aku masih ingat harumnya. Ia suka wangi Ferrari black. Tetapi hingga detik ini ujung hidungku belum terbetik wangi itu. Aku tetap bertahan, sebuah pertemuan setelah tiga tahun belum tentu kembali terulang. Jangankan pertemuan, bertukar suara saja tidak. Kurun sering tak menentu, meski kadang datang dan pergi tak tentu arah. Begitu juga dengan hidup ini, selalu berjalan antara kejutan dan kenangan.

Aku masih bertahan, dengan potongan-potongan kenangan yang beberapa penggal telah mengabur seiring langkah yang kian menjauh. Namun tetap menyilaukan, hingga aku tahu ke mana harus mencari titik-titik dirimu, antara senja dan malam berbintang. Aku memesan kopi macchiato, minuman kesukaan Naya. Selama ini bayangan tentang Naya hanya tertumpah dalam satu bentuk: kopi macchiato. Aneh memang, tapi itulah kopi yang membuatku ingat padanya. Juga dengan kejap matanya ketika menghirup kepul uapnya.

Aku mulai tak sabar. Aku kirim SMS padanya: "Sudah sampai mana? Brp lama lagi aku harus menunggu?" Tak ada sepotong pun jawaban. Mungkinkah dia terjebak macet hingga dua jam? Apakah rapat kantornya terlalu serius untuk diakhiri? Debar jantung mulai bergeser jadi resah. Aku membunuh waktu dengan membaca buku kesukaanku. Ah kenapa lama sekali Naya? Aku sudah benar-benar tak sabar. Penat dan gerah sudah semakin tak mampu kutahan. Batinku seakan mau marah. Ingin sekali aku meneleponnya dan memakinya sekalian. Tapi selalu tertahan. Haruskah aku marah pada sebuah kenangan yang indah?

Darahku kembali naik ke otak. Hatiku mulai panas, tak seperti sisa kopi ini yang semakin dingin. Akhirnya aku kirim SMS: "Kita jadi bertemu atau tidak?" Aku tunggu beberapa saat. Tak ada jawaban. Batinku menjadi hening, pikiranku melayang-layang. Semua panca inderaku seperti dikepung bayangan Naya.

Anganku buyar. Aku memandang sesaat sofa hitam yang empuk di depanku, tempat duduk Naya tiga tahun lalu, juga kopi macchiato yang tinggal seteguk lagi. Ponselku kembali bergetar. Aku tahu itu dari dia, mungkin tinggal beberapa langkah lagi ia akan di depanku. Dengan sigap aku buka inbox. Betul dari dia. Dunia benar-benar gelap. Aliran darah seakan berbalik arah. Seribu tanya yang berkubang di kepala berubah menjadi beku. Ia menulis singkat: "Aku tak jadi bertemu, pesawatku terbang tiga puluh menit lagi"

Dan pagi ini, 101.7fm telah mengingatkanku kembali pada kenangan dengan secangkir macchiato dan alunan Rivermaya You’ll be safe here. Ternyata setelah lama tidak mengenangmu, mengenangmu sekali saja dalam hidupku masih menyisakan rasa sakit, meski pun begitu aku bahagia, karena sepotong kenangan macchiato itu, aku masih merasakanmu hidup di hatiku.

“Save your eyes from your tears

When everything's unclear

You’ll be safe here”

Alunan Rivermaya You’ll be safe here itu benar-benar menjadi salah satu “Soundtrack of my life”. Aku telah menjadi bagian dari sepotong kenangan itu, sepotong scene dalam kehidupan tanpa harus tahu akan kau letakkan di mana: intro, reffrain, atau ending? Atau mungkin menjadi bagian interlude yang bisa timbul-tenggelam?

♥♥♥

Comments

Popular posts from this blog

Menikmati Keunikan di Negara Seribu Kuil, Bangkok, Thailand

The hardest thing to do is letting go not because you want to but because you have to

Tips Traveling bersama Anak-Anak