High Context Love


Sebenarnya saya agak-agak malas gitu menulis tentang cinta-cintaan.  Apalagi saya gak lagi kasmaran sama sapa-sapa sekarang. Tapi nampaknya postingan bertemakan cinta memang diminati, jadi atas request salah satu teman saya,  this is it:

Belakangan ini saya mikir aja, why labels is so important in a relationship?

Saya ini dahulu sangat menganut faham status itu penting.  Iya dong ya, kalau enggak, kamu nggak bisa menuntut apapun dari dia karena, hello… who are you? Dan kamu juga enggak berhak marah ketika akhirnya dia bersama orang lain. You dont have right and reason of course.

Sampai akhirnya, melihat segala petualangan cinta teman-teman saya, dan pengalaman cinta diri sendiri (but honestly, i change into a loser when it comes to love), saya jadi berpikir ulang. Lalu kepada siapa saya setia? Kepada dia, atau kepada status saya?

Most of us, pasti merasa, when we are all officially taken, kita akan mikir, “Ups, gak boleh main-main, i’m no longer single, aku kan sudah punya pacar.” Atau dimarahin teman gara-gara, “Kamu ini, kamu udah punya pacar loh, udah jangan kemana-mana lagi!” (fyi, ini adalah kalimat andalan saya  ketika memarahi teman-teman saya yang ‘nakal’ LOL)

Tanpa saya sadar bahwa that’s not what we have to think. Bukankah kita seharusnya setia tanpa harus disadarkan dan keinginan untuk kemana-mana itu just gone dan kamu bahkan enggak butuh status lagi buat setia. You just love him/her. Dan kita akan berpikir, “Aku gak mau kemana-mana lagi karena aku nggak pengen. Bisa sih, tapi nggak pengen. ” That’s hard. Maka dari itulah saya namakan ini cinta konteks tinggi.
Bukannya saya tidak pernah merasakan sakit hati ya makanya bisa menuliskan ini. No, no, i know how it feels to be cheated, lied, thought that maybe I’m the one while in fact I am not his only one. Saya tahu rasanya, dan itu sama sekali tidak menyenangkan.

But, every person in life have right to get their best. 

Dan ini sampai pada sebuah kesimpulan bahwa setia pada label itu memang jauh lebih mudah daripada setia kepada orang yang kita cintai. Rasanya lebih mudah ketika kita terikat dengan tali. Padahal cinta konteks tinggi akan membuat kita terikat tanpa harus diikat karena kita percaya, dia tidak butuh tali. We just connected. Kita dekat, jujur dan terbuka tentang perasaan satu sama lain, dan itu cukup.

Lalu ketika akhirnya dia memilih yang lain, that’s the risk. Karena artinya, dia memang bukan yang terbaik. There is no guarantee in every love story. Cincin sampai buku nikahpun enggak bakal bisa menjadi asuransi untuk perkara asmara.

Pun saya sebenarnya masih tidak pernah bisa mengerti bagaimana seseorang bisa jatuh cinta dan mencintai lebih dari satu orang. Merasakan butterfly in the stomach kepada lebih dari satu orang. Memberi perhatian lebih kepada lebih dari  satu orang. Entahlah, apakah karena saya tidak bisa mengerti logikanya dimana, karena saya orang yang susah fokus, termasuk untuk urusan percintaan (so it’s difficult for me doing a multi tasking love), atau mungkin karena saya belum pernah mengalaminya saja ya (?)

Toh, kita tahu, kita ini sebenarnya tidak sanggup mencintai banyak orang. Gen kita diciptakan untuk hanya mencintai satu orang saja. Kamu tidak mungkin sanggup, jika kamu sanggup, mungkin sekarang kamu telah menjadi seorang nabi, dan kenyatannya, kamu bukan nabi.

Saya pernah dengar kalau di dunia ini, nggak ada dua orang yang benar-benar saling mengerti. Yang ada hanyalah selalu berusaha untuk  mengerti. Begitu sampai mati. Sehingga tentu saja, kita punya hak untuk mencari dan menemukan kepada siapa kita mau berusaha saling mengerti sampai mati. Kepada siapa usaha itu terasa tidak melelahkan karena kita akan terus berusaha sampai mati.

Cinta konteks tinggi ini, sulit sekali dipahami apalagi dijalani.

Dan sampai tulisan ini dibuat, saya bahkan tidak tahu, apakah saya mampu menjalani cinta-konteks-tinggi seperti ini. Seperti yang seorang sahabat saya katakan kemarin, “Cinta kayak gini memang susah. Kastanya setingkat dibawah cinta kepada Tuhan. Makanya, temukanlah Tuhan di sosok orang yang kamu cintai. Then it will be easy.”

Yeah, it really is.

Comments

Popular posts from this blog

I love beach so much

Menikmati Keunikan di Negara Seribu Kuil, Bangkok, Thailand

Menikmati tantangan cavetubing di Kalisuci, Semanu Gunung Kidul , Yogyakarta